MEMBACAKAN YASIN UNTUK ORANG YANG SEDANG SAKARATUL MAUT


OLEH : M SULAIMAN
Present by: LAYLA MUSHTHOFA KHOLID
Sebagian muslimin Indonesia menganjurkan untuk membacakan surat Yasin atas muslim yang menghadapi sakaratul maut, sebab mereka beranggapan bahwa bacaan itu akan meringankan sakaratulmautnya. Sebagian muslimin yang lain beranggapan bahwa membacakan surat Yasin atas orang yang menghadapi sakaratulmaut itu merupakan perbuatan yang dilarang.
Terdapat tiga macam pendapat ulama tentang membacakan surat Yasin atas orang muslim yang menghadapi sakaratulmaut, sebagaimana berikut:
1. Disukai membacakan surat Yasin (Sunnah).
Ulama’ yang berpendapat bahwa hukum membacakan surat Yasin atas orang muslim yang menghadapi sakaratulmaut itu SUNNAH adalah:
a. Ibrahim bin Ali Asy-Syiraziy
Beliau berhujjah dengan hadits Ma’qil bin Yasar. Berikut perkataan beliau:
“وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَهُ سُوْرَةُ يس لِمَا رَوَى مَعْقِلُ بْنُ يَسَارٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : اقْرَؤُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يَعْنِى يس.”
Artinya:
“Dan disukai membacakan surat Yasin di sampingnya (orang yang menghadapi sakaratulmaut), sebagaimana yang telah Ma’qil bin Yasar riwayatkan, bahwasanya Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Kalian bacakanlah atas orang-orang yang meninggal , yakni surat Yasin.”
Selain Ibrahim bin Ali Asy-Syiraziy, ulama yang berpendapat disukai membacakan surat Yasin dengan dalil hadits Ma’qil bin Yasar adalah Ibnu Qudamah , Al-Qurthubiy , Sayyid Sabiq , An-Nawawiy , Ar-Rafi’iy , Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam , Sulaiman An-Nuriy beserta Alawiy Abbas .
Sulaiman An-Nuriy dan Alawiy Abbas menerangkan bahwa lafal مَوْتَاكُم tersebut bermakna orang yang hampir meninggal berdasarkan hadits Abu Ad-Darda’ , sebagaimana berikut:
أَبُو الدَّرْدَاءِ:{ مَا مِنْ مَيِّتٍ يَمُوْتُ فَتُقْرَأَ عِنْدَهُ سُوْرَةُ يـس إِلاَّ هَوَّنَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ عَلَيْهِ}.” رَوَاهُ الدَّيْلَمى بِإسْنادٍ ضَعِيْفٍ.
Artinya :
Abu Ad-Darda’: “Tidaklah ada seorang yang hendak meninggal lalu dibacakan di dekatnya surat Yasin, melainkan Allah ِ’azza wa jalla akan memudahkan (sakaratulmaut) atasnya.”
Ad-Dailamiy telah meriwayatkannya dengan sanad dla’if.
Demikian halnya Sayyid Sabiq, beliau menukil pendapat Ibnu Hibban bahwa lafal tersebut berarti orang yang hampir meninggal.
b. Abu Bakr Al-Jazairiy
Beliau berhujjah dengan hadits tentang keutamaan membacakan surat Yasin, sebagaimana yang beliau tuliskan dalam “Minhajul Muslim” berikut:
وَ إِنِ اشْتَدَّتْ بِهِ سَكَرَاتُ المَوْتِ قُرِئَتْ عَلَيْهِ سُوْرَةُ يس رَجَاءَ أَنْ يُخَفِّفَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ بِبَرَكَاتِهَا, لِقَوْلِه ِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَا مِنْ مَيِّتٍ يَمُوْتُ فَتُقْرَأُ عِنْدَهُ يس إِلاَّ هَوَّنَ اللهُ عَلَيْهِ.
Artinya :
“Dan jika sakaratulmaut memberatkannya ( orang yang hampir meninggal), maka dibacakan surat Yasin atasnya dengan harapan Allah Yang Maha Tinggi akan meringankannya karena barakahnya. (Hal tersebut) berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: Tidaklah ada seorang yang akan meninggal lalu dibacakan surat Yasin di dekatnya melainkan Allah akan memudahkan atasnya.”
Al-Jaziriy juga berhujjah dengan hadits tentang keutamaan membacakan surat Yasin berikut:
مَا مِنْ مَرِيْضٍ يُقْرَأُ عِنْدَهُ يس إِلاَّ مَاتَ رَيَّانَ وَ أُدْخِلَ قَبْرَهُ رَيَّانَ وَ حُشِرَ يَوْمَ القِيَامَةِ رَيَّانَ . رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ .”
Artinya:
“Tidaklah orang sakit (yang sakaratulmaut) dibacakan surat Yasin di dekatnya kecuali meninggal dalam keadaan kenyang(tidak haus), dimasukkan ke kuburnya dalam keadaan tidak haus dan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan tidak haus.” Abu Dawud telah meriwayatkannya.
Analisis:
Pendapat ini tidak dapat diterima, sebab:
Pertama, hadits Ma’qil bin Yasar yang meraka jadikan hujjah tersebut berderajat dlaif. Selain itu, makna yang paling tepat untuk lafal مَوْتَاكُم adalah orang yang telah meninggal, sebab terdapat kaidah ushul fiqh yang menjelaskan bahwa apabila lafal itu mengandung makna haqiqi dan majazi, lafal tersebut dimaknai secara haqiqah, karena makna majaz itu menyelisihi makna asli. Adapun ulama yang memaknai lafal مَوْتَاكُم pada hadits Ma’qil dengan orang yang hampir meninggal berdasarkan pemahaman hadits Abu Ad-Darda’ yang menyatakan bahwa Allah akan memudahkan seseorang yang menghadapi sakaratulmaut dengan dibacakan surat Yasin atasnya, hadits Abu Ad-Darda’ tersebut berderajat dla’if, karena terdapat rawi matruk dan majhul, sehingga tidak bisa dijadikan qarinah lafal مَوْتَاكُم .
Kedua, adapun hadits Abu Ad-Darda’ dan hadits Abdullah bin Samhaj tentang keautamaan bacaan surat Yasin untuk orang yang hampir meninggal itu berderajat dla’if karena pada kedua hadits tersebut terdapat rawi yang tercela. Pada hadits Abu Ad-Darda’ terdapat rawi yang matruk dan majhul, sedang pada hadits Abdullah bin Samhaj terdapat rawi dla’if dan rawi majhul, sehingga kedua hadits tersebut tidak dapat dijadikan sebagai hujah.
Dengan demikian, pendapat disukainya membacakan surat Yasin atas orang yang hampir meninggal itu tertolak,. والله أعلم
2 Makruh Membacakan Surat Yasin
Ulama’ yang berpendapat bahwa hukum membacakan surat Yasin atas orang muslim yang menghadapi sakaratulmaut itu MAKRUH adalah sebagian ulama Al-Malikiyah.
Mereka berpendapat makruh karena membacakan surat Yasin atas orang muslim yang menghadapi sakaratulmaut itu bukan termasuk dari amalan orang-orang salaf, sebagaimana yang terhimpun dalam kitab Al-Fiqhu Alal Madzahibil Arba’ah berikut:
الْمَالِكِيَّةُ رَجَحُوْا القَوْلَ بِكَرَاهِيَّةِ قِرَاءَةِ شَيْئٍ مِنْ القُرْآنِ عِنْدَ الْمُحْتَضَر ِلاَنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَمَلِ السَّلَفِ , وَ قَالَ بَعْضُهُمْ : يُسْتَحَبُّ قِرَاءَةُ يس عِنْدَهُ.”
Artinya :
Ulama Malikiyah memilih pendapat yang mengatakan makruh membacakan sesuatu pun dari Al-Quran terhadap orang yang hampir meninggal (menghadapi sakaratulmaut), karena hal itu bukanlah dari perbuatan orang-orang salaf. Sedangkan sebagian dari mereka berkata:’Disukai bacaan surat Yasin di dekatnya.”
Surat Yasin yang juga merupakan salah satu surat dari Al-Quran, sehingga membacakannya atas orang yang hampir meninggal itu makruh.
Analisis:
Pendapat ini tidak dapat diterima, sebab maksud orang-orang salaf (dalam kaitannya dengan pembahasan din) adalah orang-orang muslim yang hidup pada zaman Nabi Muhammad sallallaahu ‘alaihi wa sallam sampai abad ke-3 H , yaitu para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan atba’u at-tab’it Tabi’in . Padahal setiap perbuatan yang berkaitan dengan ibadah haruslah berasal dari Allah dan RasulNya, bukan berasal dari orang-orang salaf.
3. Membacakan Surat Yasin Merupakan Perbuatan Bid’ah
Ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Muhammad Nasruddin Al-Albaniy. Beliau beralasan bahwa tidak ada dalil yang shahih. Selain itu, beliau juga beralasan bahwa segala ibadah yang tidak ada caranya kecuali dari hadits dhaif atau maudhu merupakan suatu perbuatan bid’ah belaka, dan setiap peribadatan yang dimutlakkan oleh syariat kemudian dibatasi oleh tempat, waktu atau tata cara dan hitungan, juga termasuk bid’ah. Hal ini sebagaimana yang telah beliau sebutkan dalam kitab Al-Ahkamul Janaiz.
Analisis:
Pendapat Syaikh Muhammad Nasruddin Al-Albaniy ini dapat diterima, sebab:
Pertama, tidak ada hadits tentang bacaan surat Yasin atas orang yang menghadapi sakaratulmaut kecuali hadits dla’if, sedang hadits dlaif tidak bisa dijadikan hujah dalam beramal.
Kedua, setiap perbuatan yang berkaitan dengan masalah ibadah itu harus ada perintah dari Syari’(Allah dan RasulNya). Sebagaimana riwayat ‘Aisyah Radliyallahu ‘anhu berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهاَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ .
Artinya :
“Dari ‘Aisyah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengada-adakan dalam perkara kami ini sesuatu yang bukan darinya, maka perbuatan itu tertolak.”
Selain itu, Dalam Ilmu Usul Fiqh terdapat kaidah yang menjelaskan bahwa hukum asal semua ibadah itu bathil (haram dilakukan) kecuali terdapat dalil dari syari’ yang menunjukkkan perintah, sebagai berikut:
اْلأَصْلُ فِى العِبَادَاتِ البُطْلَانُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الأَمْرِ .
Artinya:
Asal (perkara) ibadah itu bathil, sampai terdapat dalil yang memerintahkannya
Segala perbuatan menyangkut perkara ibadah yang disandarkan kepada Rasulullah sedang beliau tidak memerintahkan itu disebut bid’ah, padahal bid’ah itu bathil untuk dilakukan, sebagaimana sabda Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Jabir berikut:
وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya:
Dan tiap-tiap bid’ah (perkara yang diada-adakan) adalah sesat.
Walhasil,
Perbuatan yang berkaitan dengan perkara ibadah dan tidak berasal dari Allah dan RasulNya, terutama dalam masalah bacaan surat Yasin atas orang yang hampir meninggal ini merupakan perbuatan BID’AH, karena tidak ada satu pun hadits yang bisa dipertanggungjawabkan keberadaannya dari Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam karena kedla’ifannya. Perbuatan bida’ah itu hukumnya HARAM untuk dilakukan, والله أعلم .

Tinggalkan komentar